Pernah mendengar cerita katak Kalimantan yang menyeberangi Sungai
Barito? Jika belum, cerita yang disampaikan Adi Sasono pada Silaknas
ICMI, pekan lalu, layak disimak.
Dalam cerita itu,
seorang gila bertemu dengan seorang profesor. Keduanya berbincang
tentang katak. Yakni katak Kalimantan yang mampu melompat sejauh 50 cm.
"Berapa lompatan yang diperlukan katak Kalimantan itu untuk sampai ke
seberang sungai Barito?" tanya si gila itu. Sedangkan lebar Barito
adalah 1.250 meter.
Dengan cepat, profesor itu
menjawab. "2.500 lompatan," katanya. Menghitungnya sangat mudah. Jika
katak itu dapat melompat setengah meter, maka jumlah lompatan yang
diperlukan adalah dua kali jarak dalam meter.
Orang
gila itu terkekeh-kekeh mendengar jawaban profesor. Yang diperlukan
katak itu untuk sampai ke seberang, katanya, hanya dua lompatan. Yang
pertama adalah melompat ke air. Setelah itu katak akan berenang. Sampai
di ujung, katak baru akan melompat lagi ke daratan.
Saya,
Anda, dan kita semua bisa seperti profesor itu. Pandai dalam logika,
namun dungu terhadap realita. Dengan logika kita merasa mampu menjawab
segalanya. Dengan logika, kita percaya dapat memecahkan seluruh masalah.
Apalagi bila kita merasa tak cuma punya logika, namun hafal di luar
kepala berbagai teori yang disebut buku-buku teks, dan memiliki segudang
pengalaman. Persoalan apa yang tidak dapat kita atasi?
Saya
bukan profesor, bukan pula si gila. Di hari baru 2010 ini, kalau harus
belajar pada mereka, saya akan belajar dari si gila. Ia, sepertinya, tak
punya apa-apa. Namun ia memiliki wisdom, yang membuatnya selalu mampu
mencermati realita. Realitalah, bukan kata-kata, yang merupakan
kebenaran
0 komentar:
Posting Komentar